Masih diutak atik (newbie)

Danau Innovation (da-I) now re-open after closed because a big trouble. But still not a 100% ready

This photo captured in Festival Budaya Samboja event at December, 2 - 2012

The performance original by Samboja young people

dungznenet crew

Special group .

Young Generations

Full of dream

Sabtu, 02 April 2011

Kisah Pohon Apel

Sebagian dari kita mungkin sudah pernah membaca cerita ini tapi apa salahnya saya muat kembali di pages ini buat saudara-saudara kita yang belum pernah membaca cerita ini dan sebagai bahan review buat yang sudah pernah membaca. Semoga bermanfaat………

Suatu masa dahulu, terdapat sebatang pohon apel yang amat besar.Seorang kanakkanak lelaki begitu gemar bermain-main di sekitar pohon apel ini setiap hari. Dia memanjat pohon tersebut, memetik serta memakan apel sepuas-puas hatinya, dan adakalanya dia beristirahat lalu terlelap di perdu pohon apel tersebut. Anak lelaki tersebut begitu menyayangi tempat permainannya.

Pohon apel itu juga menyukai anak tersebut. Masa berlalu… anak lelaki itu sudah besar dan menjadi seorang remaja. Dia tidak lagi menghabiskan masanya setiap hari bermain di sekitar pohon apel tersebut. Namun begitu, suatu hari dia datang kepada pohon apel tersebut dengan wajah yang sedih.
“Marilah bermain-mainlah di sekitarku,” ajak pohon apel itu.
“Aku bukan lagi kanak-kanak, aku tidak lagi gemar bermain dengan engkau,” jawab remaja itu.
“Aku mau permainan. Aku perlu uang untuk membelinya,” tambah remaja itu dengan nada yang sedih.

Lalu pohon apel itu berkata, “Kalau begitu, petiklah apel-apel yang ada padaku. Juallah untuk mendapatkan uang. Dengan itu, kau dapat membeli permainan yang kauinginkan.”
Remaja itu dengan gembiranya memetik semua apel di pohon itu dan pergi dari situ. Dia tidak kembali lagi selepas itu. Pohon apel itu merasa sedih.
Masa berlalu…
Suatu hari, remaja itu kembali. Dia semakin dewasa. Pohon apel itu merasa gembira.
“Marilah bermain-mainlah di sekitarku,” ajak pohon apel itu.

“Aku tiada waktu untuk bermain. Aku terpaksa bekerja untuk mendapatkan uang. Aku ingin membina rumah sebagai tempat perlindungan untuk keluargaku. Bisakah kau menolongku?” Tanya anak itu.

“Maafkan aku. Aku tidak mempunyai rumah. Tetapi kau boleh memotong dahan-dahanku yang besar ini dan kau buatlah rumah daripadanya.” Pohon apel itu memberikan cadangan. Lalu, remaja yang semakin dewasa itu memotong ke semua dahan pohon apel itu dan pergi dengan gembiranya. Pohon apel itu pun turut gembira tetapi kemudiannya merasa sedih karena remaja itu tidak kembali lagi selepas itu.

Suatu hari yang panas, seorang lelaki datang menemui pohon apel itu. Dia sebenarnya adalah anak lelaki yang pernah bermain-main dengan pohon apel itu. Dia telah matang dan dewasa.
“Marilah bermain-mainlah di sekitarku,” ajak pohon apel itu.

“Maafkan aku, tetapi aku bukan lagi anak lelaki yang suka bermain-main di sekitarmu. Aku sudah dewasa. Aku mempunyai cita-cita untuk belayar. Malangnya, aku tidak mempunyai perahu. Bolehkah kau menolongku?” Tanya lelaki itu.

“Aku tidak mempunyai perahu untuk diberikan kepada kau. Tetapi kau boleh memotong batang pohon ini untuk dijadikan perahu. Kau akan dapat belayar dengan gembira,” kata pohon apel itu.
Lelaki itu merasa amat gembira dan menebang batang pohon apel itu. Dia kemudian pergi dari situ dengan gembiranya dan tidak kembali lagi selepas itu.
Namun begitu, pada suatu hari, seorang lelaki yang semakin di mamah usia, datang menuju pohon apel itu. Dia adalah anak lelaki yang pernah bermain di sekitar pohon apel itu.

“Maafkan aku. Aku tidak ada apa-apa lagi untuk diberikan kepada kau. Aku sudah memberikan buahku untuk kau jual, dahanku untuk kau buat rumah, batangku untuk kau buat perahu. Aku hanya ada tunggul dengan akar yang hampir mati…” kata pohon apel itu dengan nada pilu.

“Aku tidak mahu apelmu karena aku sudah tiada bergigi untuk memakannya, aku tidak mahu dahanmu kerana aku sudah tua untuk memotongnya, aku tidak mahu batang pohonmu kerana aku tidak berupaya untuk belayar lagi, aku merasa lelah dan ingin istirahat,” jawab lelaki tua itu.
“Jika begitu, istirahatlah di perduku,” kata pohon apel itu. Lalu lelaki tua itu duduk beristirahat di perdu pohon apel itu dan beristirahat. Mereka berdua menangis kegembiraan.

Tahukah kamu. Sebenarnya, pohon apel yang dimaksudkan di dalam cerita itu adalah kedua-dua ibu bapak kita. Saat kita masih muda, kita suka bermain dengan mereka. Ketika kita meningkat remaja, kita perlukan bantuan mereka untuk meneruskan hidup. Kita tinggalkan mereka, dan hanya kembali meminta pertolongan apabila kita di dalam kesusahan. Namun begitu, mereka tetap menolong kita dan melakukan apa saja asalkan kita bahagia dan gembira dalam hidup. Anda mungkin terfikir bahwa anak lelaki itu bersikap kejam terhadap pohon apel itu, tetapi fikirkanlah, itu hakikatnya bagaimana kebanyakan anak-anak masa kini melayani ibu bapak mereka.
Hargailah jasa ibu bapak kepada kita. Jangan hanya kita menghargai mereka semasa menyambut hari ibu dan hari bapak setiap tahun.
Allah SWT berfirman :

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni’mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri” [Q.S 46:15]
Belum ada kata terlambat untuk kembali berbakti kepada kedua orang tua kita biarpun mereka sudah tidak ada di dunia fana ini….MARI
Author : PercikanIman.org Shared By Kisah Penuh Hikmah http://virouz007.wordpress.com/

Sabtu, 26 Maret 2011

Kisah Tentang Anak Termiskin

Ini kisah nyata. Ada seorang anak yang kakaknya sudah berhenti bekerja, ibunya sakit-sakitan dan ayahnya sudah lama meninggal dunia karena sakit batu ginjal yang parah, namun anak itu masih punya nenek yang masih sangat kuat membantu kebutuhan rumah tangga mereka. Selain karena cinta yang dalam, juga karena nenek punya keahlian membuat kue brownies kukus yang lezat diseluruh desa sehingga nenek masih mampu membantu mencari makan untuk membantu keluarga kecil itu.
Lihatlah surat yang disampaikan oleh anak laki-laki berusia 8 tahun, Emir namanya, yang menuturkan kisah hidupnya pada sebuah acara baksos di desa Megamendung, yang diselenggarakan untuk rakyat miskin.
Tadinya kakak dengan pekerjaannya sebagai kasir di restoran Sunda, masih mampu membantu membiayai rekening listrik dan membeli beras, namun setelah restoran Sunda tempat kakak bekerja kena gusur Pemda yang katanya untuk membuat kantor kelurahan di kampong itu, kakak betul-betul menganggur dan setiap harinya kerjanya hanya membantu nenek mengocok telur untuk membuat brownies kukus.


Perlu diketahui, brownies kukus bukanlah makanan utama penduduk desa atau penduduk kota kecil seperti Megamendung. Butuh tiga jam perjalanan dari desa Emir ke tempat ia menawarkan brownies kukus nenek, sehingga ia merasakan kehidupan keluarganya yang susah sekali. Apalagi setelah tiga bulan ini listrik diputus, mereka tidak lagi memiliki baju yang licin disetrika, dan semua pekerjaan rumah, seperti mencuci, membuat kue, maupun pekerjaan sekolah, harus mereka lakukan di siang hari.
Penderitaan dan kemiskinan terus melanda keluarga Emir, sampai kakak akhirnya nekat mendaftarkan diri ke agent TKI untuk menjadi pembantu di Arab Saudi, Hongkong atau Malaysia. Kakak pun sudah mulai belajar bahas Arab, ”Ma hadza? Ana …” dan sedikit sedikit bahasa Malaysia, “ Iye ke? Sikit saja, tahu? Awak nak ke?”, dan sesekali kami tertawa gembira mendengar logat kakak bicara bahasa Melayu yang sungguh lucu, dalam keadaan perut keroncongan di tengah malam yang gelap tanpa penerangan sedikit pun, kecuali secercah cahaya rembulan dari balik jendela yang kami buka lebar, untuk sedikit melepas kesumpekan di dalam rumah.
Sedikit harapan kakak akhirnya sirna, ketika muncul isu “Ganyang Malaysia” membuat imigrasi Malaysia dan Indonesia menutup saluran tenaga kerja dari Indonesia ke Malaysia dan kakak harus menunggu lagi dalam waktu yang tidak bisa ditentukan. Hal ini membuat kami menjadi semakin sedih, karena bayangan kelaparan dan kemiskinan selalu terbayang di depan mata, ditambah lagi brownies kukus nenek manjadi semakin sukar terjual, karena sudah banyak pesaing, juga harga telur dan terigu yang meroket tinggi. Maka, terkadang berhari-hari kami makan brownies kukus nenek yang tidak laku. Pada saat tidak punya apa-apa itulah, kami sekeluarga berpelukan dan merasakan bahwa kami adalah orang termiskin di indonesia, sampai akhirnya …
“ Kak … kakak … aku disuruh guruku membawa barang apa saja untuk diberikan pada orang miskin, pada acara baksos besok,” kata Emir dengan wajah berbinar-binar. Ia mendatangi kakaknya yang sedang membersih kutu beras raskin yang dibelinya tadi pagi setelah menjual sepatu olahraga Emir.
“Dik, dik, kamu ini lucu, apa kamu enggak merasa bahwa kita ini juga orang miskin? Apa yang mau kita sumbangkan untuk acara baksos orang miskin, malah seharusnya kita yang diberi baksos,” jawab si kakak dengen tenang tapi dengan sedikit linangan airmata ditepi pipinya.
Tiba-tiba, nenek dengan gayanya yang lembut berkata, “Dik, kamu ambillah ini yang kita punya, satu buah payung, dua buah gelas plastik, satu brownies nenek dan lima sachet kopi. Janganlah kita merasa terlalu miskin, sehingga kita tidak mau bersedekah kepada orang miskin di sekitar kita. Sampai saat ini, kita pun tak tahu siapa yang lebih miksin dari kita. Namun selama kita masih punya sesuatu yang dapat kita berikan, jangan ragu untuk bersedekah.”

Dari saya: cerita ini saya ambil dari sebuah blog, sudah lama sekali dan saya lupa nama blog nya, jadi tidak bisa saya tuliskan disini, jadi mohon maaf kepada pemilik artikel asli ini karena saya tidak meminta izin terlebih dahulu untuk mem-publish nya kembali.